Penulis: Hb.Ahmad Yazdi R Alaydrrus Kepala Advokasi Majlis Dzikir RI 1 Jawa Barat
Kemarin banyak rekan bertanya kepada saya, kenapa habib tidak berikan selamat HUT RI yg ke 76,? yang biasanya saya lakukan pada setiap hari kemerdekaan tersebut, bahkan beberapa temen-temen dari media juga meminta hal yang sama.
Yang pasti, saya merasakan tidak punya gairah untuk mengucapkan selamat pada hari kemerdekaan di masa ini. Yang bisa saya lakukan hanya memanjatkan doa dan belasungkawa atas matinya keadilan dan melebarnya kesenjangan, belasungkawa atas setiap pengkhianatan dan kepalsuan.
Gurau pandemi masuk pada pikiran anak negeri menjelma menjadi bagian paling akut dimasa ini, akrobat dan intrik menjadi sajian demokrasi dan hadiah ulang tahun untuk kemerdekaan. catatan medis dari rumah sakit, seakan tak mampu lagi membedakan antara yang sakit dan yang dibuat sakit. Dan ribuan fenomena-fenomena lainnya yamg membuatku bingung serta kehilangan hasrat untuk menulis, maupun untuk merayakan hari besar yang merupakan tonggak sejarah bagi bangsa dan negara ini
Maka saya berkesimpulan, pada tahun ini adalah waktu nya untuk mengucapkan bela sungkawa yang sedalam-dalamnya kepada tanah air tercinta ini. Belasungkawa atas matinya empati secara kolektif. Gotong royong kini hanya menjadi simbol.Sedangkan para aktifis hanya sibuk menghujat pemerintah, tapi abai untuk mengutuk para hartawan yang sibuk menghitung laba yang berkurang, sementara kantong uangnya tak pernah dibuka untuk kaum fakir dan papa.
Saya merasa ini adalah kondisi terburuk dalam demokrasi, manusia Indonesia mulai kehilangan rasa. Akibat matinya empati secara kolektif tersebut menghantarkan manusia Indonesia menjadi bangsa yang egoistik, individualistik, yang hanya sibuk memikirkan dirinya sendiri, untuk mencari kesenangan-kesenangan pribadi. Sangat jelas, situasi seperti sangat berbahaya bagi keutuhan sebuah bangsa.
Dan dampaknya dapat kita lihat dan rasakan, bagaimana beratnya beban masyarakat yang bertarung untuk hidup saat pandemi Covid ini berlangsung. Ketika mereka hanya mempunyai dua pilihan, memilih mati karena lapar, atau memilih bergerak dengan resiko terinfeksi, didenda, bahkan diperlakukan buruk oleh petugas PPKM,
Penentang akan pemberlakuan PPKM juga datang dari sebagian kaum elite dan borjuis di negeri ini, karena mereka melihat, PPKM tersebut sebagai hambatan untuk mengakses berbagai kesenangan pribadi yang biasa telah mereka lakukan jauh sebelum pandemi ini
Namun, dari sekian banyaknya persoalan bangsa ini, saya masih tetap berdoa, semoga Negara Indonesia yang kita cintai ini, diberi kesembuhan oleh Allah SWT.
Akhirnya di akhir kalimat ini, saya akan tetap dan selalu untuk mengucapkan, Dirgahayu bangsaku..! Jayalah selalu..!!
Hb.Ahmad Yazdi R Alaydrus,SH
Kepala Advokasi Majlis Dzikir RI 1 Jawa Barat