Hariansukabumi.com Pengetahuan Umum– Kutang di Indonesia didefinisikan sebagai benda dari kain kecil yang didisain sedemikian rupa untuk menutupi payudara wanita
Kutang terdiri atas kain berbentuk mangkuk, tali bahu, ban berkerut untuk menyangga dada.
Penyebutan kata “kutang” mungkin sudah jarang dijumpai dalam pergaulan, sebab kini, orang-orang lebih lazim menyebutnya dengan bra.
Sejarah kutang di Indonesia bisa ditarik hingga ke awal abad ke-19 dan zaman penjajahan Belanda.
Sulistiyoningrum, dalam tugas akhirnya di Jurusan Jurusan Teknik Boga dan Busana Universitas Negeri Yogyakarta menyebut, perempuan di Jawa masih jarang menggunakan penutup payudara. Termasuk juga disebutkan di Pulau Bali.
“Hingga awal abad ke-19 di daerah Jawa masih banyak penduduk wanita yang bertelanjang dada. Mereka hanya memakai penutup di bagian bawah,”.
Sejarah penggunaan kutang di Indonesia dimulai pada awal abad 19 ketika dimulainya pembangunan proyek jalan Deandels dari Anyer sampai Panarukan.
Seorang pembantu setia Gubernur Jenderal yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan proyek tersebut adalah Don Lopez comte de Paris keturunan Spanyol.
Don Lopez merupakan orang yang pertama kali menyuruh para pekerja paksa proyek jalan Anyer Panarukan itu untuk menutup bagian payudaranya.
Kepada budak-budak dari Semarang yang mengerjakan jalan pos di kota tersebut Don Lopez memotong kain putih dan memberi kepada salah satu budak perempuan.
Sambil memberikan potongan dia berkata “tutup bagian berharga itu..”. Dalam bahasa Perancis kata berharga disebut “coutant” yang terdengar seperti kutang.
Setelah itu, para pekerja wanita mulai menyobek kain-kain putih untuk menutupi bagian payudara mereka, kemudian kain penutup tersebut dikenal sebagai kutang sampai saat ini.
Saat itulah orang Indonesia mulai mengenal kutang dan mulai mengembangkan dalam bentuk yang sangat sederhana.
Sejarahnya, pada masa penjajahan Belanda dulu, di hari pertama pengerjaan proyek pembuatan jalan pos Anyer-Panarukan, banyak budak pribumi baik laki-laki maupun perempuan yang dipekerjakan hanya mengenakan semacam cawat (bawahan), sedangkan bagian atas tubuh, mulai dari pusar hingga ke leher tidak ditutup, alias bertelanjang dada.
Bisa dipahami, era dulu, perempuan pribumi di level priyayi saja hanya memakai kemben, maka wajar jika di level budak perempuan pekerja bertelanjang dada.
Mandor yang bertugas di tempat saat itu, Don Lopez comte de Paris -kaki tangan Daendels yang berkebangsaan Prancis- merasa risih melihat keadaan ini.
Kemudian ia memotong-motong suatu kain putih dan memberikannya kepada salah satu budak perempuan. Sambil memberikan kain tersebut pada si budak, dia mengatakan: “Fermez cette partie… coutant”
yang artinya kurang lebih “tutup bagian berharga itu”, Don Lopez mengulang kata-kata coutant, coutant… Dalam bahasa Prancis, coutant adalah berharga.
Budak perempuan itu tidak mengerti mengapa ia diberi kain putih, karena perempuan bertelanjang dada adalah hal yang biasa pada masa itu. Don Lopez yang merasa jengkel, lalu menunjuk-nunjuk payudara budak tersebut sambil terus-menerus mengatakan “Coutant! Coutant!“
Harvi
Sumber: Ensiklopedia pengetahuan