HARIANSUKABUMI.COM – Ketika Pilpres 2024 semakin mendekat, Prabowo Subianto, calon presiden yang belum menentukan pasangannya, kini menghadapi tugas penting untuk memilih cawapres yang lebih dari sekadar “ban cadangan.”
Dalam situasi seperti ini, Prabowo dianggap perlu memiliki seorang cawapres dengan kapabilitas konstitusional yang kuat.
Syafrizal Rambe, seorang akademisi Ilmu Politik dari Universitas Nasional (Unas), berpendapat bahwa Prabowo memerlukan seorang teknokrat berpengalaman sebagai pendampingnya.
Dengan semakin kompleksnya tugas konstitusional negara ke depan, prinsip meritokrasi menjadi sangat penting dalam memilih cawapres yang tepat.
“Yang dibutuhkan Prabowo, dengan dukungan dari Partai Golkar dan jaringan SBY (Susilo Bambang Yudhono) yang telah bersatu dan mendeklarasikan dukungannya, adalah seorang teknokrat, intelektual, dan cendekiawan yang memiliki pemahaman mendalam tentang aspek-aspek ketatanegaraan dan pemerintahan,” ujar Syafrizal kepada wartawan pada Jumat (29/9).
Syafrizal juga menegaskan bahwa meskipun UUD 1945 menyatakan tugas wapres adalah membantu presiden, tugas dan wewenangnya jauh lebih kompleks daripada seorang menteri yang juga adalah pembantu presiden.
Oleh karena itu, Prabowo perlu mencari figur yang telah terbukti mumpuni melalui meritokrasi, yang memahami seluruh aspek teknis dalam penyelenggaraan negara, seorang intelektual, dan idealnya juga mewakili komunitas besar tertentu.
Sementara itu, Muhammad Al-Fatih, seorang pengamat politik dari Lembaga Riset Publik (LRP), mengungkapkan bahwa selain mencari dari internal partai pengusung, Ketua Umum PBB, Yusril Ihza Mahendra, merupakan figur yang paling mumpuni untuk membantu Prabowo dalam menjalankan tugas-tugas presiden.
“Ketua Umum PBB yang selama ini telah memberikan dukungan berkelanjutan kepada Prabowo, yaitu Prof. Yusril Ihza Mahendra, adalah figur yang paling tepat. Yusril adalah seorang negarawan, intelektual, dan politisi yang telah tiga kali menjabat sebagai menteri strategis di bawah tiga presiden yang berbeda,” ujar Al-Fatih.
Yusril juga memiliki pengalaman yang luas dalam urusan internasional, termasuk peranannya dalam penyusunan berbagai Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kepemimpinan delegasi Indonesia dalam berbagai pertemuan internasional, serta pernah menjadi Presiden Asia-Africa Legal Consultative Organization yang bermarkas di New Delhi.
Yusril juga dikenal sebagai politisi Islam moderat yang diterima oleh berbagai golongan. Al-Fatih juga merujuk pada pernyataan almarhum Gus Dur yang menyatakan bahwa kakek Yusril adalah ulama Nahdlatul Ulama (NU) dengan pendekatan kultural, meskipun ayah Yusril adalah anggota Masyumi.
Editor : Aura Rahman