Hariansukabumi.com- Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (DPC APDESI) Kabupaten Sukabumi menggelar acara halal bihalal pada Selasa, 15 April 2025 di Gedung Sulanjana, Salabintana. Acara ini dihadiri oleh Bupati Sukabumi, Ketua DPRD Kabupaten Sukabumi, dan para kepala desa di Kabupaten Sukabumi
Plt Ketua DPC APDESI Kabupaten Sukabumi, Tutang Suryana, menyampaikan bahwa kegiatan ini tidak menggunakan dana APBD maupun iuran dari kepala desa. “Kami ingin luruskan bahwa acara ini murni dari bantuan pihak ketiga. Tidak ada dana pemerintah daerah yang digunakan, dan tidak juga membebani kepala desa,” tegasnya dalam sambutan di depan Bupati, dan Ketua DPRD Kabupaten Sukabumi.

Pernyataan ini muncul di tengah sorotan publik atas imbauan Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi, yang sebelumnya menyerukan kepada seluruh pemerintah daerah dan perangkat desa untuk mengurangi kegiatan seremonial yang dianggap tidak mendesak dan berpotensi membebani keuangan negara.
Meski Kang Dedi tidak memberikan tanggapan langsung terhadap kegiatan halal bihalal ini, imbauannya tersebut menjadi pertimbangan penting bagi penyelenggara. Tutang menekankan bahwa kegiatan ini tidak bersifat seremonial yang mewah, melainkan ajang silaturahmi sederhana untuk memperkuat hubungan antar kepala desa pasca-Idulfitri.
“Kami pastikan kegiatan ini tidak membebani anggaran. Ini murni inisiatif kebersamaan dan dibantu oleh pihak ketiga tanpa biaya dari APBD,” tambahnya.
Terkait pemilihan Gedung Sulanjana sebagai lokasi kegiatan, yang dikenal sebagai tempat cukup representatif dan mewah, Tutang menjelaskan bahwa hal itu juga merupakan bentuk efisiensi. “Kalau kami menyewa tempat lain dengan fasilitas setara, biayanya akan besar. Gedung ini bisa kami gunakan karena ada bantuan dari pihak ketiga, jadi justru ini lebih hemat,” jelasnya.
Di lokasi berbeda, pemerhati kebijakan publik Lambang Indra menyayangkan pelaksanaan acara halal bihalal yang digelar oleh DPC APDESI Kabupaten Sukabumi. Ia menilai bahwa meskipun tidak menggunakan anggaran negara secara langsung, langkah APDESI tetap bisa dikategorikan sebagai bentuk ketidakpatuhan terhadap arahan Gubernur Jawa Barat, Kang Dedi Mulyadi.
“Meskipun tidak menggunakan anggaran negara, apa yang dilakukan APDESI bisa dianggap sebagai bentuk pembangkangan simbolik terhadap imbauan Gubernur. Ini bukan hanya soal uang, tapi soal sensitivitas dan komitmen terhadap semangat efisiensi yang sedang digaungkan,” ujar Lambang Selasa 15 April 2025.
Lambang Indra menekankan bahwa imbauan Gubernur bukan sekadar soal penghematan anggaran, melainkan bagian dari upaya membangun budaya pemerintahan yang sederhana, peka terhadap kondisi masyarakat, dan fokus pada pelayanan.
“Aparatur pemerintah itu harusnya jadi teladan. Kalau kemudian tetap menyelenggarakan acara di tempat yang mewah, walaupun katanya gratis, publik tetap bisa menilai bahwa ini bukan bentuk kesederhanaan,” tambahnya.
Menurut Lambang, kegiatan seperti ini bisa menimbulkan kesan elitis dan memicu persepsi negatif di tengah masyarakat yang sedang berjuang memulihkan kondisi ekonomi pasca-pandemi dan tekanan biaya hidup. Ia pun mengingatkan bahwa dalam tata kelola pemerintahan modern, etika publik sama pentingnya dengan kepatuhan administratif.
“Kalau semua berlindung di balik argumen ‘tidak pakai dana negara’, maka semangat efisiensi itu bisa kehilangan maknanya. Ini soal kepekaan, soal pesan simbolik kepada rakyat bahwa para pemimpinnya juga mau hidup sederhana dan berempati,” tutup Lambang.