Hariansukabumi.com – Saat ini nutrasetikal telah menarik minat besar pengguna karena kandungan nutrisi dan keamanannya bagi tubuh. Produk ini memiliki banyak peran dalam proses biologis, sehingga nutrasetika diharapkan dapat meningkatkan kesehatan, terhindar dari penyakit kronis, dan menunda proses penuaan. Sediaan ini dinilai menjadi langkah aman untuk pencegahan penyakit seperti diabetes, gagal ginjal, dan peredam infeksi.
Peningkatan nutrasetikal untuk mengatasi penyakit degeneratif sangat terbuka lebar. Komponen dalam nutrasetika seperti enzim dan organisme probiotik mudah ditemukan dalam kehidupan sehari-hari. Sementara itu penyakit degenaratif rata-rata disebabkan oleh pola hidup yang tidak sehat. “Keengganan masyarakat untuk hidup sehat, salah satunya karena faktor volume bahan pangan dan defisiensi elemen tertentu di suatu daerah atau komunitas. Oleh karena itu, penelitian dan pengembangan nutrasetikal sangat diperlukan untuk menjembati defisiensi tersebut,” jelas Kepala Organisasi Pertanian dan Pangan BRIN, Puji Lestari pada Webinar NgajitekProp seri tujuh bertema ‘Tren Prevensi Penyakit Degeneratif Berbasis Nutrasetikal’ pada Jumat (10/5).
Ia menambahkan tantangan penemuan sumber baru berikut dengan teknologi ekstraksi dan diformulasi, serta sistem penghantaran yang efektif untuk nutrasetikal terus dieksplorasi. “Teknologi ekstraksi yang lebih tepat khususnya antioksidan dan pengembangan produk untuk diabetes, sangat diperlukan,” tegasnya.
Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan (PRTPP) BRIN melalui kelompok risetnya telah melakukan penelitian nutrasetikal yang berfokus pada riset ekplorasi nilai fungsional dalam bahan alam, pengembagan produk pangan fungsional dan nutrasetikal berbasis bahan alam aktif/fungsional, dan diseminasi hasil penelitian melalui transfer teknologi dan pemberdayaan UKM. “Riset area nutrasetikal yang dilakukan PRTPP adalah pada pemisahan dan identifikasi senyawa aktif dalam bahan alam untuk pangan dan nutrasetikal, pengujian aktivitas biologi senyawa aktif bahan alam, standarisasi ekstrak atau fraksi aktif sebagai bahan intermediet produk pangan fungsional dan nutrasetikal, dan penggunaan bahan alam untuk pengawet makanan,” terang Kepala PRTPP BRIN, Satriyo Krido Wahono.
Nutrasetikal sendiri adalah komponen pangan yang aman dikonsumsi dengan manfaat kesehatan yang relevan di luar fungsi dasar zat gizi normal. Hal ini dapat dibuktikan dengan kajian ilmiah terkait jumlah yang melebihi kandungan normal pada pangan untuk mewujudkan kemanfaatannya, dan disajikan dalam matriks non-pangan seperti obat. Nutrasetikal diklasifasikan menurut tiga aspek yakni ketersediaan dalam bentuk produk, komponen zat aktif, dan mekanisme aksi.
Terkait sindrom metabolik, peneliti PRTPP BRIN, Tri Wiyono menjelaskan bahwa dengan melakukan pendekatan nutrasetikal maka dapat mengatasi sindrom metabolik dengan memperbaiki profil lemak darah, digunakan sebagaia antioksidan, dan anti inflamasi. “Sindrom metabolik merupakan akumulasi dari beberapa kelainan, yang secara bersama-sama meningkatkan resiko individu mengalami penyakit kardiovaskular aterosklerotik, diabetes mellitus, dan komplikasi vascular-neurologis semisal kerusakan serebrovaskular,” jelas Tri.
Tri Wiyono menguraikan riset untuk menghasilkan nutrasetikal dengan proses pertama yaitu melakukan identifikasi kondisi patologis, kemudian memilih komponen makanan yang memiliki aktivitas untuk mengatasi sindrom metabolik, dilanjutkan dengan melakukan fraksinasi dan isolasi, kemudian profiling metabolik, melakukan uji in vivo, dan in vitro.
Ia menyebutkan tantangan formulasi dari nutrasetikal adalah kelarutan di saluran cerna. “Bagaimana senyawa dapat menembus dinding usus, dan metabolisme terlalu cepat seperti yang terjadi pada Curcumin,” ujar Tri.
Sedangkan menurut Shaum Shiyan yang merupakan dosen Fakultas Farmasi Universitas Sriwijaya, nutrasetikal tidak hanya terkait makanan, namun harus ada nilai lebihnya. “Nutrasetikal tidak terlepas dari ekstrasi karena akan menentukan hasil serbuk simplisia,” kata Shaum.
Ia membagikan trik dalam proses ekstraksi agar material ekstrak dalam bentuk kering mudah untuk diformulasi. “Saat melakukan ekstrasi tidak dapat mengabaikan serbuk simplisia yaitu serbuk dari bahan alamnya,” paparnya.
Shaum Shiyan dan tim telah menghasilkan produk nutrasetikal yang berbasis kearifan lokal yaitu dari meniran untuk menjaga imunitas. Produk tersebut bernama NUNIs Bar, inovasi makanan siap makan berupa snack bar dalam kategori teknologi terapan SNNEDS.
Masih terkait dengan kesehatan saluran cerna, Diny A. Sandrasari dari Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan (PATP) menyampaikan serat makanan dan polifenol hadir dalam makanan dan dapat dimanfaatkan oleh bakteri untuk menghasilkan asam lemak rantai pendek (SCFA) dan metabolit asam felonik yang mempromosikan kesehatan. “Polifenol adalah kelas fitokimia yang merupakan metabolit sekunder dari sistem pertahanan tanaman untuk menjaga dari patogen yang menyerang dan kerusakan akibat radiasi ultraviolet. Polifenol berperan sebagai antioksidan yang baik untuk kesehatan,” terang Diny.
Terkait SCFA, ia menjelaskan SCFA adalah senyawa yang bersifat volatil, merupakan produk akhir dari fermentasi bakteri saluran cerna yang bermanfaat untuk menurunkan pH sehingga bakteri patogen tidak dapat hidup karena kondisi lingkungan yang asam.
Menurutnya, berdasarkan hasil penelitian, bakteri penghasil SCFA terbanyak adalah genus Lactobacillus dan Bifidobacterium. Kedua bakteri ini makanannya adalah polifenol. “Kedua bakteri ini termasuk bakteri baik yang dapat menghasilkan sejumlah besar SCFA yang menurunkan pH saluran intestinal sehingga menghambat pertumbuhan bakteri patogen,” ujarnya.
Diny menyampaikan fakta menarik, bahwa dengan mengonsmsi dua buah apel setiap hari selama dua minggu maka akan dapat meningkatkan Bifidobacterium dan Lactobacillus dan menghambat pertumbuhan Clostridium.***