Hariansukabumi.com- Samurai adalah sekelompok prajurit yang merupakan bagian dari kelas militer-feodal di Jepang pada periode Edo (1603-1868). Mereka adalah bagian dari kelas samurai yang terdiri dari para pejuang yang diberi hak istimewa oleh penguasa feodal untuk melindungi tanah dan harta mereka. Samurai dihormati sebagai ksatria yang memiliki kode etik yang ketat, yang dikenal sebagai “bushido” atau “jalan samurai”.
Pada zaman itu ada seorang samurai yang terkenal akan kelihaiannya menggunakan pedang yang bernama Shinmen Takezo atau yang lebih dikenal dengan nama Miyamoto Musashi
Sebagian orang menyebutkan Miyamoto Musashi lahir pada tanggal 12 Maret 1584, di desa Miyamoto, Provinsi Harima (sekarang Prefektur Hyogo), Jepang.
Ayah Musashi, Shinmen Munisai, adalah seorang samurai dan ahli bela diri yang dihormati. Musashi mulai belajar seni bela diri sejak usia dini di bawah bimbingan ayahnya. Namun, hidup Musashi diwarnai dengan kehidupan keluarga yang tidak stabil, karena ayahnya sering terlibat dalam konflik dan pertempuran.
Pada usia muda, Musashi kehilangan ayahnya dan tinggal bersama ibunya. Kemudian dia tetap melanjutkan pelatihannya dalam seni bela diri, mengasah keterampilannya dalam penggunaan pedang.
Selama masa kecilnya, Musashi juga terlibat dalam beberapa duel yang membantunya memperkuat keterampilan bela dirinya. Salah satu pertarungan terkenal adalah saat ia masih remaja, ketika ia dikalahkan oleh seorang samurai terampil bernama Arima Kihei. Kekalahan ini menjadi titik balik dalam hidup Musashi dan mendorongnya untuk mengembangkan gaya bertarungnya yang unik dan strategi yang cerdik.
Melalui perjalanan dan pertarungan-pertarungan yang dilakukannya, Musashi terus mengasah keahliannya dan menguji dirinya sendiri dalam seni pedang. Ia melakukan perjalanan ke berbagai daerah di Jepang dan berduel dengan samurai-samurai terkemuka pada zamannya.
Masa kecil yang penuh tantangan dan latihan yang ketat membantu Musashi mengembangkan keterampilan yang luar biasa dalam seni bela diri dan memperoleh reputasi sebagai salah satu samurai terbaik dalam sejarah Jepang. Pengalaman masa kecilnya membentuk fondasi yang kuat bagi perjalanan bela diri dan filosofi hidup yang akan ia bangun selama sisa hidupnya.
Miyamoto Musashi terlibat dalam beberapa duel terkenal melawan samurai-samurai terkemuka pada zamannya. Salah satu yang paling terkenal dalam sejarah adalah ketika Miyamoto Musashi dikatakan telah mengalahkan perguruan bela diri terkenal yang disebut Yoshioka-ryu di Ichijoji pada tahun 1604. Pertarungan tersebut terkenal dengan sebutan “Pertempuran Ichijoji” dan merupakan salah satu momen penting dalam sejarah Musashi.
Pada saat itu, Yoshioka-ryu merupakan perguruan bela diri yang terkenal di Kyoto, Jepang. Musashi menantang perguruan ini untuk pertarungan, dan pada tanggal 8 April 1604, dia berduel dengan kepala perguruan Yoshioka-ryu, Yoshioka Seijuro, di dekat kuil Ichijoji. Musashi menggunakan pedangnya yang bernama “bokken” (pedang latihan kayu) melawan senjata asli yang digunakan oleh Yoshioka Seijuro.
Dalam pertarungan tersebut, Musashi berhasil mengalahkan Yoshioka Seijuro dan membunuhnya. Akibat kematian Yoshioka membuat saudara-saudara seperguruannya menaruh dendam yang hebat terhadap Musashi. Saudara-saudara seperguruan Yoshioka Seijuro mencari Musashi dan berniat membunuhnya untuk membalaskan dendam saudaranya, namun setelah bertemu malah merekalah yang tewas di tangan Musashi.
Dikatakan saat itu Musashi bertempur melawan sekitar 50 orang. Miyamoto Musashi memenangkan pertempuran itu dengan teknik dua pedangnya. Hingga saat ini, bekas pertempuran Musashi di Ichijoji dijadikan monumen oleh masyarakat Jepang
Seterusnya Musashi mengembara untuk mencari lawan tanding dan kemudian menemukan Baiken Shishido seorang master bela diri. Dan Musashi berhasil mengalahkannya dengan menggunakan pedang kayu yang diperkuat dengan logam kejadian itu tercatat pada tahun 1621.
Duel-duel ini menunjukkan keahlian dan strategi mumpuni yang dimiliki oleh Miyamoto Musashi. Pertarungan-pertarungan ini membantu memperkuat reputasinya sebagai salah satu samurai terhebat dalam sejarah Jepang.
.
Setelah melewati periode pertarungan (terakhir melawan Sasaki Kojiro) Musashi kemudian menetap di pulau Kyushu dan tidak pernah meninggalkannya lagi, untuk menyepi dan mencari pemahaman sejati atas falsafah Kendo. Setelah sempat meluangkan waktu beberapa tahun untuk mengajar dan melukis di Istana Kumamoto, Musashi kemudian pensiun dan menyepi di gua Reigendo. Di sana lah ia menulis Go Rin No Sho, atau Buku Lima Cincin/Lima Unsur. Buku ini adalah buku seni perang yang berisi strategi perang dan metode duel, yang diperuntukkan bagi muridnya Terao Magonojo. Namun oleh peneliti barat, buku ini dianggap rujukan untuk mengenal kejiwaan dan pola berpikir masyarakat Jepang. Selain itu buku tersebut masih menjadi panduan bagi para siswa Kendo di Jepangbhingga saat ini. Musashi dianggap sedemikian hebatnya sehingga di Jepang ia dikenal dengan sebutan Kensei, yang berarti Dewa Pedang.
Buku “Gorin no Sho” atau “Buku Lima Cincin” berisi aforisme, petuah, dan prinsip-prinsip bela diri, yang dianggap sebagai pedoman untuk mencapai kesuksesan dalam seni bela diri dan dalam kehidupan secara umum. Lima cincin dalam judul merujuk pada lima bagian yang membentuk inti dari buku tersebut, yaitu:
Cincin Bumi (Cincin Doktrin): Bagian ini membahas prinsip-prinsip dasar yang melibatkan sikap mental dan perspektif yang diperlukan untuk mencapai keahlian dalam seni bela diri. Hal ini mencakup pentingnya memiliki landasan yang kokoh dalam pengembangan diri dan memahami prinsip-prinsip alam.
Cincin Air (Cincin Strategi): Fokus pada strategi dan taktik dalam pertempuran. Musashi menjelaskan tentang berbagai aspek taktik dan pendekatan yang digunakan dalam pertempuran, seperti pengamatan musuh, penggunaan timing yang tepat, dan adaptasi terhadap situasi yang berubah.
Cincin Api (Cincin Keunggulan): Bagian ini membahas pengembangan keterampilan individu dan meningkatkan kemampuan teknis dalam bela diri. Musashi menjelaskan tentang pentingnya pelatihan yang keras, pengulangan gerakan yang tepat, dan mencapai keunggulan dalam teknik bela diri.
Cincin Angin (Cincin Pemahaman): Memfokuskan pada pentingnya memahami berbagai senjata dan gaya pertempuran yang berbeda. Musashi menekankan pentingnya fleksibilitas dan pemahaman yang mendalam terhadap prinsip-prinsip dasar seni bela diri untuk menghadapi berbagai situasi dan musuh.
Cincin Kosong (Cincin Keharmonisan): Bagian terakhir membahas konsep kesatuan antara tubuh dan pikiran, keheningan dalam tindakan, dan mencapai keseimbangan spiritual. Musashi menekankan pentingnya memahami esensi yang lebih dalam dari seni bela diri dan mencapai keselarasan yang utuh antara diri sendiri dan alam semesta.
Tak lama setelah menulis buku itu, Musashi meninggal di Kyushu pada tahun 1645. Musashi tidak menikah dan tidak mempunyai keturunan, tetapi ia mempunyai seorang anak angkat sekaligus murid yang juga masih saudara sepupunya bernama Iori Miyamoto
Di antara keahlian dan keberanian dan pertarungannya yang berdarah-darah, ada satu fakta menarik yang diungkap oleh William Scott Wilson dalam bukunya yang berjudul The Lone Samurai: The Life of Miyamoto Musashi
Dalam buku tersebut dikatakan bahwa Musashi tidak pernah mandi selama hidupnya, kecuali hanya sekedar menempelkan handuk dingin ke sekujur tubuh & wajahnya
Dari berbagai sumber
Harvi
Pecinta seni, sejarah, dan rokok kretek