HARIANSUKABUMI.COM – Jakarta, Kiai Haji Abdul Chalim, seorang tokoh pejuang asal Jawa Barat, secara resmi dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo dalam rangka peringatan Hari Pahlawan di Istana Negara Jakarta, Jumat (10/11/2023).
Penghargaan ini diterima oleh ahli waris almarhum.Pihak keluarga dari almarhum KH Abdul Chalim menyampaikan rasa terima kasih kepada negara atas penghargaan gelar pahlawan nasional ini.
Mereka menilai bahwa pemberian gelar tersebut adalah bentuk penghormatan negara terhadap jasa para pahlawan.
“Sebagaimana yang kita pahami bersama-sama bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang pandai menghargai jasa para pahlawan dan ini adalah sebagai bentuk pemberian penghargaan terhadap para pahlawan,” ujar KH Asep Saifuddin Chalim, anak dari KH Abdul Chalim, di Istana Kepresidenan Jakarta.
Asep menjelaskan bahwa KH Abdul Chalim memiliki peran sebagai komandan dalam peristiwa 10 November. Selain itu, beliau juga merupakan tokoh moderasi di Indonesia.
“Pada tahun 1925, beliau menyampaikan kata pengantar pada buku yang ditulis oleh Kiai Haji Umar Said Tjokroaminoto,” kata Asep.
“Dalam kata pengantar itu, beliau mengatakan bahwa saya diperintahkan oleh Allah untuk senantiasa memiliki sikap moderasi, menghargai pada siapapun, dan berkomunikasi dengan baik dengan siapapun. Sama seperti halnya kami diperintahkan salat dengan tujuh anggota (tubuh), kening, tangan, lutut, dan kaki,” lanjutnya.
Baca juga : Masinton PDIP: Pemilu 2024 Dimulai dengan Tanda-tanda Penyimpangan Hukum
Asep juga menyoroti bahwa KH Abdul Chalim merupakan salah satu tokoh yang mengundang para ulama untuk mendirikan Nahdlatul Ulama (NU). Abdul Cholim berperan sebagai komunikator dengan para ulama.
“Beliau yang menjadi komunikator kepada para ulama, tetapi yang lebih penting dari itu, beliau lah penggagas bahwa pertemuan para ulama itu agenda utamanya adalah kemerdekaan Indonesia dalam resolusi jihad,” jelas Asep.
Tak hanya itu, Asep menyebut bahwa KH Abdul Cholim juga merupakan tokoh pendidikan. Sang ayah sering mengadakan pertemuan-pertemuan pendidikan.
“Pada tahun 1932 kemudian berlanjut sampai 1938, melakukan pertemuan-pertemuan pendidikan yang secara tidak disengaja saya menjadi pelanjutnya,” ucap Asep.
Editor : Aura Rahman
