Menjelang Pilkada Kabupaten Sukabumi 2024 Aroma politik semakin sengit .Pada Sabtu 4 Mei 2024 lima partai telah membentuk koalisi kedua, setelah sebelumnya PPP, Golkar dan Gerindra lebih dulu membentuk Poros pertama.
Jika kelima partai ini tetap bersatu hingga penentuan Paslon di KPU, maka dapat dipastikan bahwa dinamika politik akan meninggi dan memanas secara signifikan.
Apa sebab, karena kekuatan 2 poros tersebut dinilai masih cukup seimbang untuk melakukan tanding di arena dan tentu akan menimbulkan riuh-rendah dari masing-masing pendukung yang hanya terkonsentrasi pada 2 alternatif.
Dari berbagai analisa sebelumnya, jika hanya ada dua poros yang bertahan, maka kuat dugaan akan muncul nama Paslon Asep Japar sebagai kandidat dari Golkar, Gerindra dan PPP dengan pasangan Iyos Somantri bersama koalisi yang baru terbentuk oleh 5 partai tersebut.
Memang benar secara matematis poros kedua dengan PKS, PKB, dan partai pendukungnya memiliki kekuatan yang lebih besar dengan total 28 kursi, sedangkan poros Golkar bersama Gerindra dan PPP hanya memiliki 22 kursi di parlemen. Namun, yang perlu diingat dalam konteks Pilkada, terdapat banyak faktor lain yang juga sangat menentukan kemenangan.
Salah satu faktor utama adalah elektabilitas dari Paslon (Pasangan Calon) yang diusung oleh masing-masing poros.
Secara popularitas di berbagai sosial media terlihat Asjap saat ini lebih tinggi , namun secara elektabilitas kedua kandidat tersebut memiliki tingkat keterpilihan yang terbilang hampir sama, walaupun ini tidak bisa menjadi barometer yang sesungguhnya.
Namun yang jelas, di dalam ” peperangan” yang yang jauh lebih penting adalah ketersediaan amunisi. “prajurit tidak akan bisa membunuh lawan bila hanya dibekali senjata kosong”.; Nah bila kedua kandidat tersebut katakanlah mempunyai kekuatan yang sama dalam segi strategi dan kekuatan, namun yang akan muncul sebagai pemenang adalah yang kandidat yang mempunyai amunisi yang cukup untuk terus-menerus melakukan serangan, hingga benar- benar bisa melumpuhkan lawannya.
Berbicara soal amunisi ataupun finansial politik, saya kebetulan berkesempatan hadir pada kedua deklarasi yang telah dilaksanakan, dan perbandingan atmosfer antara deklarasi Golkar, PPP, dan Gerindra dengan deklarasi poros PKS, PKB, dan partai pendukung lainnya menunjukan sedikit perbedaan, dan dapat saya rasakan bahwa poros pertama menunjukkan bahwa mereka sudah siap untuk fight dan juga sudah siap dalam segalanya termasuk hal finansial.
Meskipun secara perorangan nilai harta Asep Japar jauh di bawah Balon lainya, termasuk harta dari Iyos Somantri yang hampir 3 kali lebih banyak dari Asep Japar. Tapi sebagaimana yang diketahui bersama, bahwa setiap Pemilu atau Pilkada daerah yang namanya pendana itu pasti ada. Kemungkinan pendana atau biasa disebut “bohir” inilah yang memainkan peranan di balik layar.
Bagi saya, poros kedua kelihatan masih meraba-raba dalam hal kesiapan finansial maupun bakal calon yang akan diusung, belum ada ketegasan siapa saja kandidat yang akan mereka majukan. Sementara poros pertama terlihat lebih mantap dan meyakinkan dalam aspek tersebut.
Tetapi secara tersirat seperti yang dikatakan Hasim Adnan, bahwa dalam pusaran kandidat yang bermunculan, dia menyebutkan bahwa Iyos Somantri memiliki survei tertinggi untuk menjadi calon bupati Sukabumi ke depannya. Maka kemungkinan Iyos Somantri sebagai kandidat yang akan diusung oleh koalisi cukup tinggi. Dan jika saja benar seperti itu dan arah koalisi pun tak berubah, maka poros kedua akan berpeluang meraih kemenangan meskipun dengan sangat bersusah payah dan “berdarah-darah”.
Tetapi pertanyaannya apakah poros ke 2 tersebut akan bisa bertahan hingga Pilkada itu secara resmi dimulai? Jawabannya kemungkinannya sangat kecil.
Ketika berbicara tentang Pilkada Kabupaten Sukabumi, kita bisa Flashback ke masa lalu, di mana setiap ajang Pilkada sejak tahun 2010 selalu diikuti oleh lebih dari dua pasangan calon. Saya yakin bahwa situasi ini juga tidak akan berubah, mengingat pola yang telah terjadi sebelumnya.
Pertanyaan kedua adalah, apakah PDI-P dan PKS dapat berada dalam satu gerbong yang sama?
Tentunya pertanyaan ini menjadi pertanyaan menarik mengingat bahwa baik di tingkat pusat maupun daerah, kedua partai tersebut seringkali terlihat berseberangan dalam banyak hal.
Kesulitan PKS dan PDI-P dalam mencapai kesepakatan menjadi faktor utama yang menyebabkan ketidakmampuan poros kedua ini untuk mempertahankan soliditasnya dalam jangka waktu yang lama
Kemudian di samping itu PDI-P juga diketahui telah memiliki jagoan mereka sendiri. Bagi kader PDI-P, Pilkada kali ini merupakan ajang pembuktian bahwa mereka masih memiliki daya saing yang kuat, apalagi setelah kekalahan kader terbaik mereka, Ribka Tjiptaning, yang gagal melaju ke Senayan. Hal ini tentu menjadi motivasi tersendiri bagi PDI-P untuk mempertahankan pengaruhnya di Kabupaten Sukabumi.
Setelah melihat kelemahan pada poros kedua, apakah ada kemungkinan poros pertama mengalami hal serupa?
Sejauh ini, partai Gerindra dan Golkar menunjukkan kekompakan yang kuat. Terutama setelah kemenangan Prabowo sebagai presiden, Golkar memainkan peran besar dalam kesuksesan tersebut. Golkar bahkan bersedia mengorbankan pencalonan Ketua Umumnya sebagai calon presiden demi mendukung Prabowo. Kebangetan bila kali ini tidak didukung oleh Gerindra, apalagi bantuan ini hanya untuk skala kabupaten bukannya provinsi” yang bener aja, rugi dong😁”
Begitu pula dengan Partai PPP di tingkat atas yang menunjukkan kecenderungan mengikuti arus setelah tidak lolos ambang batas parlemen. Dan pola itu juga akan sama di tingkat daerah khususnya di kabupaten Sukabumi. Namun, jika PPP memutuskan untuk keluar dari koalisi, seperti yang diungkapkan oleh Ketua DPD Golkar Kabupaten Sukabumi H. Marwan Hamami sebelumnya pada deklarasi yang lalu, bahwa telah ada 2 partai lain yang ingin bergabung. Maka Golkar dan Gerindra akan dengan mudah memasukkan partai-partai pendukung lainnya untuk menggantikan posisi PPP bila benar mereka keluar dari koalisi.
Menurut analisa saya, tidak dimasukannya dua partai lain yang ingin bergabung dengan koalisi Golkar, Gerindra, dan PPP merupakan bagian dari strategi Marwan Hamami untuk memecah partai-partai lain, sehingga bisa terbentuk tiga poros. Dengan adanya tiga poros, poros Golkar memiliki peluang lebih besar untuk memenangkan pertarungan tanpa terlalu bersusah payah dan “berdarah-darah,”
Melihat dinamika perpolitikan di kabupaten Sukabumi, khususnya dari politisi partai Golkar, yang mencuri perhatian saya adalah, meskipun yang akan bertarung nantinya adalah Asep Japar, tetapi seolah-olah feeling saya mengatakan ini adalah pertarungan Marwan Hamami secara pribadi, di samping dia menjadi ketua DPD Golkar yang memang punya keharusan untuk memenangkan calon yang diusungnya.
Mengapa saya bisa mengatakan seperti itu, Karena jauh-jauh hari ia telah mempersiapkan segalanya secara matang terstruktur dan terencana dengan baik sekali.
Jadi pertarungan ini memiliki makna khusus bagi dirinya secara pribadi, selain hanya sebagai Ketua DPD Golkar yang bertanggung jawab atas kemenangan calon yang diusungnya yaitu, Asep Japar.
Dan pada kesimpulannya dari berbagai sudut pandang dan pemahaman yang saya miliki, saya masih meyakini bahwa poros pertama yang diusung oleh Golkar, Gerindra dan PPP tetap bisa memenangi kontestasi kali ini. Kecuali bila terjadi hal-hal yang sangat tidak bisa terprediksi
Azhar Vilyan
Mahasiswa Program Magister Ilmu Komunikasi Politik Universitas Paramadina