Pemerintah Desa (Pemdes) Buniwangi bersama pihak perusahaan, yang diwakili oleh Muklis Sahrul, menyatakan bahwa gelombang penolakan ini pertama kali muncul dari Paguyuban Jampang Tandang Makalangan (JTM), Pokdarwis, Kelompok Pedagang UMKM, Karang Taruna, dan nelayan setempat.
Secara prinsip, masyarakat menolak pembangunan tambak udang karena dianggap bertentangan dengan program kepariwisataan yang sedang dikembangkan oleh Pokdarwis, khususnya Desa Wisata Konservasi Pandan sebagai ikon wisata Desa Buniwangi. Program ini telah didukung oleh instansi kepariwisataan.
Masyarakat khawatir keberadaan tambak udang akan merusak dan mematikan sektor pariwisata yang telah berkembang. Oleh karena itu, tuntutan utama mereka adalah agar perusahaan memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 52 Tahun 2016 tentang Greenbelt. Mereka meminta agar lahan Greenbelt tidak digunakan untuk pembangunan tambak, melainkan dijadikan ruang untuk pengembangan pariwisata, kelestarian lingkungan, serta pemberdayaan ekonomi.
Menanggapi hal tersebut, perusahaan bersama Forkopimcam dan unsur desa telah menetapkan dan menandai area Greenbelt. Bahkan, tanpa diminta, pihak perusahaan berkomitmen untuk melakukan penanaman pohon pandan di area Greenbelt serta pohon pelindung di sekeliling lahan tambak.
Tuntutan kedua masyarakat adalah kekhawatiran terhadap limbah tambak udang yang dapat merusak ekosistem dan biota laut.
Muklis menegaskan bahwa PT BSM sangat memperhatikan hal tersebut. “Tambak udang ini merupakan yang pertama di Indonesia yang menggunakan teknologi pengolahan limbah dengan fasilitas Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang memadai dan mumpuni. Limbah yang dihasilkan akan dikelola dan diolah menjadi pupuk berkualitas, yang dapat dibagikan secara gratis kepada petani atau warga yang membutuhkan. Dengan demikian, keberadaan tambak udang dijamin aman bagi kelestarian lingkungan, baik darat maupun laut.” ucapnya
Tuntutan ketiga menyangkut persoalan sosial terkait petani penggarap yang telah menikmati hasil lahan selama bertahun-tahun. “Persoalan ini telah diselesaikan dengan kebijakan pemberian dana kerohiman, dan telah tercapai kesepakatan bahwa petani akan meninggalkan tanah garapannya.”imbuh mukhlis
Meskipun demikian, masih ada beberapa kelompok masyarakat terdampak yang mengajukan tuntutan tambahan yang belum dapat dipenuhi secara langsung. Misalnya, terkait peluang kerja, kerja sama, dan kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR). Secara umum, perusahaan menegaskan akan memprioritaskan penyerapan tenaga kerja dari masyarakat setempat, khususnya Desa Buniwangi atau kampung terdampak di sekitarnya. Kesejahteraan masyarakat sekitar menjadi prinsip utama yang dipegang oleh pihak perusahaan.
Selain itu, aspek ekonomi juga diharapkan memberikan dampak positif, seperti peningkatan kegiatan usaha dan perputaran uang di masyarakat sekitar, serta peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) pemerintah setempat.
Adapun tuntutan lain yang berkaitan dengan perizinan dan prinsip-prinsip lainnya, perusahaan bersama pemerintah dan instansi terkait akan taat azas dan memenuhi semua aspek serta persyaratan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Saat ini, proyek tambak udang belum beroperasi dan masih dalam tahap persiapan, termasuk pembersihan lahan. Tim konsultan sedang memastikan kesesuaian desain yang telah direncanakan dengan kondisi lahan agar implementasinya dapat berjalan efektif dan tanpa kesalahan.
“Kami berkomitmen untuk menjalankan proyek ini dengan memperhatikan kepentingan masyarakat dan kelestarian lingkungan,” pungkas Muklis.
Anwar